Nias – Akhir-akhir ini masyarakat kepulauan Nias di hebohkan dengan surat Edaran yang di keluarkan Pihak RSUD dr. M. Thomsen Nias, mengatakan bahwa ” Pelayanan Pasien Yang Memerlukan Tindakan Bedah di RSUD dr Thomsen Nias, untuk sementara tidak dapat di lakukan hingga tanggal 27 Agustus 2025″. Kamis, 21 Agustus 2025
“Mas Pena Gulo” Wakil ketua DPRD Kabupaten Nias Menanggapi surat tersebut, ia mengatakan bahwa “Ini sangat memalukan wajah Kabupaten Nias dengan adanya surat edaran itu. Semestinya permasalahan di dalam internal RSUD dr. M. Thomsen bisa diselesaikan oleh pihak manajemen RSUD dr. M. Thomsen. Ucap Mas Pena
Menurutnya, saya melihat kalau ada hal-hal yang muncul di Rumah Sakit Thomsen, pihak manajemen hanya sibuk melakukan klarifikasi di media tanpa ada pembenahan dalam internal. Hal ini membuat masyarakat bosan dengan itu, apalagi RSUD dr. M. Thomsen merupakan satu-satu-satunya rumah sakit rujukan BPJS. Terangnya
Mas Pena menegaskan bahwa hal ini berkaitan dengan kemanusian, karna ini berkaitan dengan nyawa. Ia meminta kepada Bupati agar bisa mengambil langkah tepat, sehingga pasien tidak kewalahan untuk melakukan pengobatan di RSUD dr. M. Thomsen.
Saat di konfirmasi apa langkah Lembaga DPRD Kabupaten Nias dan apakah dilakukan Rapat Dengar Pendapat(RDP), ia mengatakan bahwa soal RDP bisa saja kita melakukannya. Hal ini merupakan hal yang urgent, sehingga kami bisa tau dimana benang kusut permasalahan sebenarnya. Tentu pihak management bisa melakukan pembicaraan dengan dokter-dokter spesialis bedah, sehingga pelayanan bedah di RSUD dr. M. Thomsen bisa berjalan lancar sesuai dengan keinginan kita bersama. Tutupnya
Saat di konfirmasi Kepala Bagian Akreditasi, Humas, Hukum, dan Kemitraan RSUD dr. M. Thomsen Nias, Benhard Dolok Saribu membenarkan bahwa surat tersebut benar di keluarkan dari pihak management RSUD dr. M. Thomsen Nias.
Sebelumnya salah satu media online memberitakan bahwa Salah seorang Dokter spesialis bedah (dr. Hajriadi Syah Aceh, Sp.B) Mengungkapkan dengan tegas bahwa hak-hak mereka seolah diduga sengaja diabaikan oleh pihak manajemen rumah sakit RSUD Dr.M Thomsen Nias. Senin (18/8/2025)
“Ini bukan semata-mata persoalan materi. Lebih dari itu, ini adalah tentang kejelasan, kepastian, dan penghargaan terhadap dedikasi kami dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,” Ujarnya dengan nada prihatin.
Lebih lanjut, dr. Hajriadi Syah Aceh, Sp.B, menambahkan bahwa ketidakpastian ini dapat mempengaruhi keputusan para dokter untuk memperpanjang kontrak kerja mereka di RSUD Dr. M. Thomsen Nias. Sebagai upaya dalam mempertanyakan tindak lanjut terkait hak insentif, dr Hadjriadi telah menyurati management RSUD Thomsen Nias.
“Saya pernah menyurati, namun tidak direspon. Kami sebagai Dokter berharap adanya transparansi dan kejelasan dari pihak manajemen rumah sakit terkait sistem pembayaran insentif serta hak-hak lain yang seharusnya diterima”, Ungkapnya
Pernyataan tersebut pun pihak RSUD dr. M. Thomsen Nias mengklarifikasi melalui beberapa media online : Pihaknya menegaskan bahwa Insentif Dokter di RSUD Thomsen Bukan Tidak Dibayar, Direktur : Ada Aturan yang Harus Dipatuhi.
Polemik terkait pembayaran hak sejumlah dokter yang sempat menjadi sorotan, terutama para dokter bedah, kini terungkap bukan karena niat menahan, melainkan karena ada aturan yang wajib dipatuhi.
Kisah di balik ruang bedah ini menunjukkan bahwa pengabdian juga harus berjalan beriringan dengan kedisiplinan.
Direktur RSUD dr. M. Thomsen Nias, dr. Noferlina Zebua, bersama dengan Kepala Bidang Keuangan dan Perencanaan, Ersan Kenedy Harefa, serta Kepala Bagian Tata Usaha, Rini Kurniawati Nduru, secara kompak menjelaskan bahwa seluruh pembayaran hak pegawai dilakukan sesuai regulasi yang berlaku. Senin (18/08).
Mereka menegaskan, tidak ada satu pun hak yang ditahan jika seluruh kewajiban telah dipenuhi.
Menurut Ersan Kenedy Harefa, dasar pembayaran insentif dan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) dokter maupun para ASN adalah Sesuai Peraturan Bupati, dasar pembayaran insentif dokter ditentukan dari kehadiran yang terekam melalui sistem faceprint,” jelasnya.
”Sistem absensi digital itu memastikan bahwa setiap pembayaran memiliki landasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
”Sejak 2023, sistem faceprint ini sudah kami wajibkan untuk semua dokter spesialis. Ini adalah tindak lanjut dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar semua pembayaran, khususnya TPP, dapat di pertanggung jawabkan,” ungkap nya (B4142160 H14)








