Haluan Indonesia – Bali, 27 Juli 2023, Selesai ‘ngayah’ clean-up sampah plastik bersama Para Relawan Trash Hero Indonesia dan Dunia, serta anggota Yayasan Bumi Kita Nusantara di dua tempat, saya langsung meluncur ke Desa Aan Banjarangkan Klungkung, Hari Minggu (23 Juli 2023).
Penulis mendapatkan undangan khusus dari Bapak Kadek Dongker, seorang ‘Pendekar’ Master pelatih di bidang Rafting, sebagai perintis dan penggerak Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Provinsi Bali. Pak Kadek juga memiliki pengalaman yang luas di bidang pariwisata, pertanian dan berbagai bidang lainnya. Yang kenal beliau pasti tahu, energinya sangat besar dan meledak-ledak dalam semangat untuk kemajuan.
Undangan kali ini dalam kapasitas saya sebagai Ketua DPD IHSA (Indonesia Homestay Association) Bali. IHSA Bali berencana fokus menjadi organisasi penggerak Heritage Tourism, membangkitkan wisata pedesaan yang berbasis budaya dan kearifan lokal. Heritage tourism merupakan antitesis dari Mass Tourism yang belakangan sudah mulai merepotkan Bali.
Siang ini saya dipertemukan dengan para ‘pendekar’ Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Desa Aan yang telah berhasil membidani lahirnya Desa Wisata Aan. Pokdarwis ini juga yang telah berhasil memfasilitasi terbentuknya FAJI (Federasi Arung Jeram Indonesia) Kabupaten Klungkung.
Pertemuan kali ini diprakarsai dan difasilitasi langsung oleh Kepala Desa Aan, Bapak Wira.
Begitu mendapatkan share-loc tempat pertemuan dengan titel Petapan Park, saya merasa kaget. Intuisi saya mengatakan bahwa ada sesuatu dengan tempat ini. Ini bukan tempat sembarangan. Muncul rasa penasaran yang tidak biasa. Petapan? Petapaan? Pertapaan? Siapa petapanya?
Ternyata benar. Setelah diskusi sangat seru lebih dari 4,5 jam, muncullah kisah yang sangat menarik dan kuat secara spiritual di balik nama Petapan.
Di sesi akhir, saat menggali potensi Heritage Tourism (budaya, kearifan lokal dan spiritualitas) yang dimiliki Desa Aan, Pak Mekel (demikian panggilan akrab Kades di Bali) bercerita dengan sangat lancar tentang sejarah Desa Aan dengan tokoh sentral leluhur yang sangat dihormati bernama Pasek Gelgel.
Pasek Gelgel sesungguhnya adalah salah satu raja Bali yang memiliki kesaktian dan kebijaksanaan dan dengan sukarela meletakkan jabatannya demi kedamaian kerajaan dari konflik yang tidak perlu.
Dalam periode waktu tahun 1580 sampai dengan tahun 1600 masehi, beliau melakukan perjalanan mengikuti intuisinya mencari beringin kembar sebagai lokasi membangun kampung bagi pengikut setianya.
Dalam tahapan perjalanan spiritual inilah beberapa kali Pasek Gelgel melakukan pertapaan dan aktivitas spiritual lainnnya termasuk penglukatan.
Aan memiliki kisah sejarah unik yang bisa di-related-kan dengan trend belakangan ini yàitu wisata spiritual, retreat yoga dan meditasi, serta healing story journey.
Bentuk retreat yoga dan meditasi memungkinkan pemberdayaan rumah rumah penduduk sebagai homestay.
Aktivitas ‘nyurya sewana’ atau menyambut hadirnya matahari pagi (meminjam istilah ritual doa pagi para brahmana di Bali) di ketinggian bukit kembar yang sangat indah, tentu akan menjadi pengalaman yang menarik dari para penghuni homestay.
Di tempat kami bertemu inilah tempat pertapaan pertama dan yang terpenting dari kisah Betara Lelangit masyarakat Desa Aan.
Pertapaan, dalam bahasa Bali : petapaan, kemudian menjadi Petapan.
Di sini juga para ‘pendekar’ berbagai aliran ini menemukan gagasan ‘tapa’ sebagai kearifan lokal dan energi hikmat kebijaksanaan, yang akan diangkat dan bersinergi dengan desa-desa sekitarnya.
Terimakasih atas kehangatan diskusinya Pak Kadek Dongker, Pak Mekel Aan, Pak Santika, Pak Mawa, Tuaji Manduang dan Pak Nyoman Dira Bendahara IHSA DPC Klungkung.
Penulis : Nyoman AM.
Editor : Guntur Bisowarno