Gunungkidul – Sebanyak 695 siswa dari dua sekolah di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diduga mengalami keracunan usai menyantap menu Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Selasa, 28 Oktober 2025.
Para siswa dilaporkan mengalami gejala sakit perut, mual, hingga muntah, bahkan sebagian harus mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan.
Berdasarkan keterangan resmi Pemerintah Provinsi DIY melalui akun Instagram @humasjogja, kasus ini melibatkan siswa dari SMKN 1 Saptosari dan SMPN 1 Saptosari.
Dari total 1.154 siswa SMKN 1 Saptosari, terdapat 476 siswa dan 10 guru yang diduga terdampak keracunan makanan MBG.
“Dari total 420 murid SMPN 1 Saptosari, terdapat 186 murid yang mengalami keracunan,” tulis Humas Pemprov DIY dalam unggahannya pada Rabu, 29 Oktober 2025.
Selain itu, tercatat 33 siswa SMKN 1 Saptosari tidak masuk sekolah pada Rabu (29/10/2025), meskipun belum dapat dipastikan apakah ketidakhadiran mereka terkait gejala keracunan.
Bupati Gunungkidul Tinjau Langsung Lokasi dan Dapur MBG
Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, langsung turun tangan meninjau sekolah dan dapur penyedia MBG di Saptosari.
Dalam kunjungannya, Endah memastikan seluruh siswa yang terdampak telah mendapatkan penanganan medis oleh rumah sakit dan puskesmas terdekat.
Bupati juga memeriksa langsung fasilitas dapur MBG, mulai dari ruang penyimpanan bahan makanan, tempat pendinginan, hingga area pencucian alat makan.
Endah bertemu dengan kepala dapur serta penanggung jawab kegiatan untuk mengevaluasi proses penyelenggaraan MBG.
Kepada pihak pengelola dapur, Endah menegaskan pentingnya memperhatikan aspek kebersihan dan keamanan pangan agar insiden serupa tidak terulang.
“Karena taruhannya adalah nyawa para siswa,” ujar Endah.
Endah mengingatkan bahwa kapasitas produksi yang besar menuntut persiapan lebih dini, yang justru bisa meningkatkan risiko kontaminasi jika tidak diimbangi dengan pengelolaan sanitasi yang baik.
Bupati Gunungkidul itu menilai bahwa proses memasak dalam skala besar perlu dilakukan dengan pengawasan ketat terhadap suhu, waktu penyimpanan, serta pengiriman makanan.
“Semakin banyak jumlah porsi yang harus dibuat, jam masak juga semakin dini. Ini berpotensi besar membuat makanan mudah terkena bakteri,” katanya.
Endah menekankan agar seluruh pihak yang terlibat di dapur MBG lebih berhati-hati dalam memilih bahan makanan dan tidak memaksakan penggunaan bahan yang sudah meragukan kualitasnya.
“Pakai hati dan perasaan. Kiranya ada makanan, bahan makanan yang memang basi atau meragukan, supaya tidak dikirim, karena taruhannya nyawa anak kita,” geram Endah








