Kutai – Kelompok Tani Jaga La’ang Kecamatan Bentian Besar, Kabupaten Kutai Barat (Kubar) melakukan Penyetopan Aktivitas Perusahaan PT Tepian Indah Sukses (TIS) Sabtu, (20/4/2024).
Ketua Kelompok Tani Jaga La’ang Budi Permanto menyatakan alasan penyetopan itu sebagai tindak lanjut dari aksi demo pada tanggal 19 maret lalu.
Dimana saat itu PT TIS berjanji untuk melakukan mediasi perihal ganti rugi yang akan difasilitasi Polres Kubar. Namun hingga saat ini mediasi tersebut tidak pernah dilaksanakan.
“Saya kira pantas untuk membuat aksi demo pemberhentian aktivitas tambang PT TIS, karena kami minta kejelasan terkait hak kami yang belum dibayar yang sudah berlarut-larut. Sementara kegiatan perusahaan jalan terus bahkan sudah produksi,” jelas Budi Permanto.
Menurut Permanto pihak perusahaan selalu beralasan belum bisa penuhi ganti rugi lahan karena ada klaim dari beberapa pihak.
Namun budi menganggap alasan itu hanya dalih untuk adu-domba sesama masyarakat.
“Masih diklaim pihak lain yang sebenarnya yang kami tahu pihak lain itu tidak punya bukti, tidak punya legalitas, tidak punya hak kelola. Bahkan dari bukti formal dan materialnya itu tidak ada sama sekali dari pihak yang lain yang mengaku-ngaku atau yang mengklaim,” terang Budi.
“Pihak yang klaim Tidak punya dasar dan tidak punya bukti seperti yang kami punya seharusnya tim dari Kecamatan bisa menyandingkan kalau seandainya ada pihak yang klaim. Siapa yang lebih berhak disitu akan ditunjukkan berdasarkan bukti-buktinya, secara legalitasnya maupun bukti dilapangannya,” lanjut Budi.
Dia menegaskan bahwa kelompok tani jaga la’ang memiliki legalitas yang disahkan oleh Kecamatan bahkan kampung.
“Kita juga punya hak kelola, pondok juga di lokasi. Namun dalam hal ini yang jadi sebuah pertanyaan bagi kami, yang mana yang diakui perusahaan,” terang Budi.
Menurut Dia Lagi, berdasarkan undung-undang kehutanan pasal 68 ayat 4 itu jelas setiap hak-hak masyarakat yang terdampak atas penetapan kawasan kehutanan itu harus diberikan kompensasinya.
“Terkait hak kami yang memang masih ada disini yang belum diselesaikan oleh pihak perusahaan dan itu juga kita punya dasar undung-undangnya. Semoga perusahaan punya etikat baik dalam hal ini,” harap Budi.
Sementara itu, pendamping hukum kelompok tani Jaga La’ang, Kancilius, menyebut masyarakat dan kelompok tani tersebut sudah lebih dulu ada sebelum masuknya PT TIS. Sehingga wajar jika masyarakat menuntut hak kelola, meski masuk dalam kawasan hutan.
Kemudian ada peraturan yang mewajibkan perusahaan mengganti rugi lahan sebelum menggarap atau melakukan penggusuran.
”Undang-undang Minerba Pasal 145 itu sudah jelas, yang berkaitan dengan persoalan tanah harus diselesaikan lebih dulu. Juga undang-undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Pasal 68 itu sudah jelas juga, bahwa ada persoalan tanah harus diselesaikan sebelum perusahaan itu berjalan,” terangnya.
Bahkan menurut dia, dalam kasus ini perusahaan juga ada kesalahan karena belum membebaskan lahan namun langsung main gusur.
“Ya memang karena mereka berpaku pada izinnya, mereka harus beroperasi, mereka harus gusur. Tapi kan ada persoalan tanah yang belum diselesaikan ya, harus kita selesaikan lebih dulu,” tukas Kancil.
Dia menilai PT TIS sengaja mengulur-ulur waktu dan menciptakan konflik horizontal antarwarga.
”Perusahaan mengulur-ngulur waktu supaya kelompok tani ini semakin tidak jelas. Bisa jadi ada upaya mengadu domba-nya, karena kalau nanti dianggap tidak jelas pembuktian, akhirnya bubar semua. Tapi kita tidak akan bubar, sampai kapan pun kita tidak akan bubar. Bahkan sampai ke Komnas HAM pun nanti akan kami hadapi,” imbuhnya.
Perusahaan Wajib Ganti Rugi Lahan Masyarakat Meskipun Masuk Kawasan Hutan
Sementara PT TIS yang diwakili Wahyu Firanto dan Agus Koker dengan tegas menyatakan pihaknya tidak mengakui legalitas yang ditunjukan kelompok tani Jaga La’ang.
Hanya saja mereka tetap menyerahkan persoalan sengketa lahan itu ke tim kecamatan yang telah dibentuk sejak Januari lalu.
”Kami dalam posisi tidak mengakui legalitas kelompok tani Jaga La’ang. Karena kami adalah perusahaan resmi yang mendapat izin dari pemerintah. Dan kami sudah membayar kewajiban kepada negara,” kata Wahyu.
”Kalau persoalan bayar membayar kita menunggu tim kecamatan yang melakukan penilaian, karena kami tidak punya kewenangan memutuskan siapa yang berhak. Sesuai aturan udang-undang, sebagai pemegang izin kami hanya minta pemerintah daerah untuk memfasilitasi,” tambah dia.
Selain itu PT TIS lanjut Wahyu akan terus berkoordinasi dengan pihak kecamatan Bentian Besar agar segera menyelesaikan verifikasi lahan tersebut.
”Kalau kami langsung bayar nanti yang lain juga nuntut yang sama, makanya kita minta kecamatan yang memfasilitasi dan menilai soal legalitas dan keabsahan masing-masing pengklaim itu,” pungkasnya.