Tanjungpinang – Sam’on bin Soride warga negara Singapura dituntut “hanya” 10 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bambang Wiratdany SH dari Kejaksaan Negeri Tanjungpinang, Rabu (15/02) di PN Tanjungpinang.
Terungkap dalam persidangan, Sam’on bin Soride melakukan pemukulan terhadap istrinya, Yosiko (45) hingga berkali-kali pada bagian pipi dan kaki korban. Tak hanya Yosiko yang dihajar anak tirinya Oriko (16) juga dianiya hingga muntah darah dan psikologis tertanggu
Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini bermula saat korban melihat di handphone milik terdakwa Sam’on adanya komunikasi terdakwa berselingkuh dengan wanita lain. Sehingga dari situ terjadi keributan dan terdakwa menendang perut dan memukul korban.
Melihat ibunya dianiya, anak korban coba melerai namun terdakwa Sam’on makin kalap dan memukul anak tirinya.
Korban Yosiko mengatakan, akibat pemukulan yang dilakukan terdakwa terhadap anaknya mengakibatkan mengalami muntah darah, luka dalam serta beberapa jari tangan anaknya tidak berfungsi dengan baik.
Jaksa menyatakan terdakwa Sam’on bin Soride terbukti bersalah dan dijerat pasal 44 ayat 1 junto pasal 5 huruf A UU RI nomor 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Kuasa Hukum korban memberikan tanggapan atas tuntutan yang jaksa penuntut umum( JPU ) berikan pada terdakwa saudara Sam’one bin Soride
Mewakili keluarga besar ibu Yoshiko mengaku kecewa dengan tuntutan Pidana
Dalam persidangan hari ini.
Oleh karena itu Monic berharap majelis hakim dapat memutuskan pemberian hukuman maksimal bagi saudara Sam’one bin Soride dalam sidang putusan mendatang.
“Dalam hal tuntutan pidana penjara 10 bulan kepada terdakwa Sam’one bin Soride, keluarga korban kecewa, dan berharap Majelis Hakim yang mengadili perkara pada saat memutus perkara dapat memberikan vonis maksimal bagi terdakwa yang menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga Dan kekerasan pada anak, perlu diketahui pemerintah melalui Kementerian Kemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (kemen PPPA) secara tegas tidak menoleransi segala bentuk kekerasan yang terjadi disemua tingkatan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam kejadian kekerasan yang terjadi kepada korban ibu Yoshiko dan anak Oriko pada saat memberikan bantuan Psikologis Sosial,”
“Kantor Hukum Mounieka Suharbima, S.H Dan Rekan mengutuk keras terjadi nya kasus kekerasan terhadap perempuan Dan anak, Mari kita bersama-sama mendukung program Pemerintah dalam rangka memerangi Tindak kekerasan terhadap perempuan Dan anak. Saya ucapkan Apresiasi setinggi-tinggi nya kepada korban ibu Yoshiko dan anak Oriko yang telah berani melaporkan kasus kekerasan yang telah dialami nya dan mengikuti proses perkembangannya sebagai korban sebagai para pencari keadilan dan emoga aparat Penegak Hukum dapat memberikan pelayanan berkeadilan tanpa mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan, peradilan yang bersih, jujur dan bijaksana,”
“Bagaimana dengan tuntutan 10 bulan tentang tanggapan Saya selaku Penasehat Hukum maka Saya menyikapi Saya selaku mewakili keluarga korban Saya merasa kecewa, Apakah tuntutan ini berketuhanan Yang Maha Esa, memenuhi rasa keadilan??
Jangan sampai mencederai Azas Hukum
Masyarakat merindukan Hukum yang Adil,”
“Tuntutan tersebut dinilai tidak dapat menghadirkan keadilan bagi kedua korban ibu Yoshiko dan anak Oriko,”
“Klien Saya sudah dilecehkan, dikhianati rumah tangga nya dengan berselingkuh, dianiaya, ditelantarkan, diceraikan Dan sekarang diperkosa hak azasi manusia nya,” paparnya.
Sidang dilanjutkan Rabu pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan (pledoi) dari pihak terdakwa Sam’on dan pengacaranya, Iwan Kurniawan SH MH MSI. (*)