Malut- Pengumuman hasil seleksi tes tertulis dan psikologi bakal calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Maluku Utara (Malut) I pada Kabupaten Halmahera Utara (Halut) yang masih mengakomodir 3 komisioner KPU, menuai komentar dari Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Halut.
Ketua DPD KNPI Halut, Rovin secara tegas mendesak kepada Tim Seleksi Malut I, agar mempertimbangkan 3 komisioner KPU Halut karena diduga pernah melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu.
“Saya tegaskan, bahwa Timsel Malut I, agar dapat memutus nasib 3 komisioner KPU Halut yang tersisa di 20 besar secara objektif, yakni harus digugurkan dengan alasan integritas. Tentunya hal ini sudah menjadi bagian dari perhatian dan kegelisahan publik Halut terhadap kinerja mereka yang dianggap pernah melanggar kode etik,” jelas Rovin.
Rovin mengungkapkan, Timsel mesti mempelajari dan mengkaji laporan Ramli Antula, SH di tahun 2021 yang mengadukan KPU Halut kepada Bawaslu Halut, terkait dugaan pelanggaran pemilihan kepala daerah.
“Laporan tersebut terbukti melahirkan surat rekomendasi perihal pemberitahuan Bawaslu Halut, kepada saudara RAMLI ANTULA. SH. dengan nomor surat: 46/BAWASLU/HU/PM.00.002/V/2021 yang berisi 4 poin putusan,” jelasnya.
Laporan tersebut menurut Rovin, dilatarbelakangi oleh adanya dugaan atau indikasi, bahwa KPU Halut mencoba untuk melindungi salah satu pasangan calon Bupati saat itu.
“Jelas sekali dalam surat rekomendasi Bawaslu Halut tersebut, terdapat poin yang menyatakan, bahwa KPU Halut telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu, tidak cermat dalam memverifikasi syarat calon milik bakal pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati.
Ia melanjutkan, bahwa integritas dan profesionalisme Timsel Malut I dipertaruhkan, jika tidak mempertimbangkan rekam jejak komisioner aktif. Untuk kepentingan bersama, komisioner aktif perlu dievaluasi dan dikaji kembali berdasarkan 5 tahun perjalanan selama menjadi penyelenggara pemilu.
“Komitmen Timsel dan masyarakat Halut, terkait seleksi ini tentunya sama, yakni seleksi ini dapat melahirkan penyelenggara pemilu yang berkualitas dan berintegritas tinggi. Hal ini perlu diseriusi secara rasional dan terukur, salah satunya melalui data sekunder, diantaranya putusan-putusan yang berkaitan dengan kode etik penyelenggara,” ucapnya mengakhiri. (*)