Malut-Pasca melaporkan pemilik Toko Sinar Harapan di Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara Henny Syiariel dan Henry Limy ke pihak berwajib Kepolisian Polres setempat karena diduga melakukan penyerobotan lahan dari keluarga besar Robby Weeflaar dan Wilda Weeflaar di desa WKO Kecamatan Tobelo Tengah.
Robby bersama keluarganya juga menunjukan sejumlah bukti yang sangat akurat ke awak media bahwa sesungguhnya merekalah pemilik tanah sah mulai dengan kantongi surat jual beli, sertifikat tanah dan bahkan bukti denah yang diserahkan oleh pihak penjual kepada mereka dalam hal ini pihak Gereja GMIH.
Persoalan penyerobotan lahan ini sendiri sudah ditanani pihak Polisi pasca dilaporkan olrh Robby Weeflaar sampai membuat laporan karena Henny Syiariel dan Henry Limy tiba-tiba membuang material bangunan di atas tanahnya dengan maksud mau membangun, seperti pada rilis peberitaan sebelumnya.
Seperti yang terlansir pada pemberitaan sebelumnya dimana Henny Syiariel dan Henry Limy juga membuat patok ukuran tanah baru tanpa sepengetahuan pemilik tanah dalam hal ini Robby dan keluarga.
“Kami kaget ya tiba-tiba sudah ada material bangunan dan patok baru, padahal jelas-jelas itu di atas tanah kami,”ucap kembali Robby Weeflaar kepada awak media belum lama ini.
Robby menjelaskan, tanah itu jelas-jelas merupakan warisan dari Almarhum bapak kami (ayahnya) Donny Weeflaar yang dibeli dari tanah milik Gereja Masehi Injili Halmahera (GMIH) pada tanggal 3 Desember tahun 1997 lalu.
“Buktinya masih ada semua. Mulai dari surat jual beli hingga sertifikat. Jadi saya bingung kalau terlapor mengklaim itu tanahnya,” beber Robby.
Sementara, sore kemarin dikethui bersama bahwa Polisi juga sudah turun ke lokasi memastikan patok tanah yang dipermasalahkan itu.
Bahkan kepada Mantan kepala perkebunan GMIH Absalon Jojano kepada Polisi mengaku, bahwa setelah Donny Weeflaar membeli tanah dari GMIH, ia memang yang turun langsung melakukan pengukuran kalah itu.
Sehingga sepengetahuan dia, ukuran tanah milik Donny Weeflaar atau bapak dari pelapor itu lebarnya 38 meter.
“Dulu di lokasi ini masih hutan waktu Pak Donny beli. Saya yang turun ukur. Gambarnya juga ada saya buat,”ungkap Absalon yang di sampaikan kembali pemilik tanah.
Dimana, sisa tanah dekat kali itu lanjut dia, dibeli
Hary Siahu.
Tak berselang lama, kemudian dijual ke Henny Syiariel dan Henry Limy.
Padahal, ia telah sarankan bahwa tanah itu selain ukurannya kecil juga tak layak .
Karena dekat sekali dengan kali (Sungai).
Tetapi, Hary Siahu memaksa untuk membelinya.
“Jadi intinya yang saya tahu tanah Pak Hary Siahu yang dibeli waktu itu dekat kali,” penjelasannya sesuai yang sudah disampaikan seperti dalam pemberitaan sebelum.
Saksi lain, Hary Siahu mengatakan, sebagai pemilik tanah yang di jual ke terlapor (Henny) tak tahu persisnya patok batas yang saat ini diklaim terlapor sebagai hak miliknya.
“Saya sendiri tidak mengetahui titik kordinat luas lahan yang sebenarnya, karna waktu itu saya sendiri tidak turun langsung ke lokasi untuk menunjukan patok tanah yang saya jual ke ibu Henny,” kata Hary saat ditanyai Polisi soal penyerahan tanah dari GMIH kepadanya waktu itu.
“Yang tahu semua tanah ini, itu dari pihak GMIH. Termasuk Pak Absalon Jojano sebagai Penanggungjawab,”ujar dia.
Kemudian ditambahkan, Mantan Kades Wosia (Sekarang WKO) Jordan Bie, bahwa ia memang ikut sebagai saksi saat penyerahan tanah dari GMIH ke Hary Siahu. Tetapi tak ikut saat pengukuran tanah.
“Saya tandatangan sebagai saksi. Cuman turun ukur saya tak ikut,”pintanya.
Adapun, setelah sejumlah saksi dimintai keterangan di lokasi, mereka juga langsung diarahkan ke Polres Halmahera Utara kemarin. (*)