BEKASI – Sidang putusan terdakwa MM kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur. Dengan perkara No 247/Pidsus/2023/PN Bks, menuai kritikan dari Metiawati, yang merupakan ibu korban (FJ).
Ia mengatakan, bahwa dirinya tidak puas dalam putusan satu tahun yang di berikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Bekasi, yang dipimpin oleh Noer Iswandi, Selasa (5/8/2023) kemarin.
“Tadi Hakim menyatakan, terdakwa terbukti sudah melakukan kekerasan terhadap anak dibawah umur, sesuai dengan pasal 80 Undang-Undang 35 Tahun 2014, dimana hukumannya 3 tahun 6 bulan. Tetapi Hakim memutus hanya 1 tahun penjara potong masa tahanan kota,” ujar Metiawati selepas sidang.
Metiawati mengungkapkan keraguannya atas hasil keputusan, ia juga mempertanyakan perihal status terdakwa sebagai tahanan kota yang telah berjalan sejak 6 Juni 2023 lalu, karena menurutnya, ia tidak mengetahui informasi tersebut sama sekali.
“Hakim hanya menuntut 1 tahun, saya juga baru tahu ketika Hakim menyatakan putusan, bahwa tahanan berlaku mulai 6 Juni, padahal sejak persidangan 10 Juli 2023 saya tanya kenapa tidak ditahan? Namun ternyata setelah tanggal 22 juli baru bilang tahanan kota,” tukasnya.
Ia juga sempat mempertanyakan dasar hukum kepada jaksa tentang status tahanan kota terdakwa, namun ia mengatakan Jaksa tidak menjawab sama sekali. Padahal menurutnya, seharusnya jaksa lebih dekat dan komunikatif dengan keluarga korban.
Metiawati yang berprofesi sebagai seorang Advokat itu berharap kepada kejaksaan, sebagai pengacara Negara sebagai penuntut, tidak mendzolimi dirinya yang merupakan paham hukum. bagaimana dengan orang yang tidak paham hukum.
“Saya saja yang paham hukum dibeginikan, bagaimana orang yang tidak ngerti hukum? Sampai mana pun saya akan perjuangkan keadilan untuk anak saya!” Tegasnya.
Alfiandi sebagai kuasa hukum ibu korban atau pelapor, menjelaskan bahwa di dalam pasal 22 KUHAP ada 3 jenis tahanan yaitu kota, rumah dan rutan. Jika tahanan kota 1/5 dari tahanan biasa, seharusnya jika putusan sudah inkrah terdakwa misal sudah menjalani selama 3 bulan masa tahanan kota, maka seharusnya sisa hukuman yang harus dijalani jika amar putusan menghukum 1 tahun adalah 11 bulan 12 hari.
“Dan ini pun sebenarnya harus dipertegas dalam amar putusan tersebut, agar pelaksanaannya dan pemahaman akan amar putusan tersebut menjadi jelas,” jelasnya.
Ia menceritakan, dalam sidang, terdakwa MM ketika menerima putusan hakim ternyata masih pikir-pikir mau banding atau tidak “Banding atau tidak itu hak dia sebagai terdakwa,” kata Alfiandi.
Sementara, kuasa hukum korban lainnya, Rozzi Fardian, merasa tidak puas dengan Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Bekasi dengan tuntutan (terdakwa ) satu tahun dan memberikan kesempatan 7 hari untuk berpikir banding.
“Kami kuasa hukum dari korban sangat tidak puas atas putusan satu tahun apalagi diberi kesempatan ada waktu 7 hari terdakwa untuk bisa banding, “jelasnya
Lebih lanjut Rozzi mengatakan putusan pengadilan Negeri Kota Bekasi dengan tidak dilakukan kurungan penjara terhadap terdakwa dan hanya menjalan tahanan Kota. Menurut dia, hakim terlalu mengambil keputusan yang dipaksakan.
“Seharusnya pelaku ini dikurung dengan hukuman penjara dengan seberat beratnya sesuai Undang-undang yang berlaku,” ungkap Rozzi Fardian.
Perlu diketahui, ketika awak media mencoba mengkonfirmasi Harsinih selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara tersebut tidak mau berkomentar, hanya mengatakan, “maaf ya pak,” sambil mengangkat tangannya dan bergegas meninggalkan awak media. (Dewanata/Jerry)