Batu Malang Raya, Jawa Timur (haluanindonesia.co.id) – Kamis, 10 Agustus 2033. Bagi masyarakat Jawa, bulan suro dalam kalender Jawa. Banyak dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan adat, yaitu merawat tradisi warisan leluhur. Salah satu tradisi yang masih dilakukan adalah Pawon Suro. Tradisi dalam mensucikan dusun oleh itu masyarakat Dusun Suko Rembug, Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu.
Tradisi ini diikuti oleh banyak para budayawan dan penghayat bersama warga di Desa Sidomulyo, untuk menghormati para leluhur. Artinya sebagai bentuk penghargaan kepada sesepuh atau leluhur yang pertama kali menempati Dusun Suko Rembug dan Desa Sidomulyo, memadukan energi spirit upaya bersama dalam Sinergitas Para Penggiat dan Penghayat Budaya Peradaban di Dusun Suko Rembug Desa Sidomulyo.
Dalam tradisi Pawon Suro itu, warga budaya Suko Rembug, membuat bubur atau jenang suro. Sebagai bentuk mensucikan diri, agar warga desa dijauhkan dari sengkala atau musibah.
Bubur dibuat menggunakan wajan dengan ukurannya cukup besar yang sering disebut kawah wajan. Butuh waktu sekitar tiga jam untuk membuat bubur tersebut.Bubur ini dibuat murni dari sumbangsih warga. Baik dari bahan pokoknya maupun tenaga pembuatnya. Dimana dua orang warga secara bergantian mengaduk bubur tersebut selama tiga jam.
Setelah jadi, bubur tersebut dimasukkan ke dalam takir atau tempat makan yang terbuat dari daun pisang. Bubur tersebut dilengkapi dengan beberapa lauk tambahan yaitu telor, tempe, abon dan lain sebagainya.
Selain bubur suro, upacara Powon suro, warga juga membuat tumpeng, dari mulai tumpeng kajeng utawi tumpeng tolak, tumpeng kendit, tumpeng kuning, tumpeng manunggal, tumpeng tuwuh dan polopendem. Asahan tumpeng tersebut bersama bubur suro disebut sebagai bulu Bekti warga Suko Rembug dan nantinya akan di kirab menuju punden dusun yaitu Punden Eyang Kapirono.
Bulu bekti juga sebagai bentuk terima kasih kepada sesepuh yang sudah ‘babat alas’ atau menempati Desa Sidomulyo pertama kali,” ujarnya.
*200 Takir untuk Bibir Syukur Para Warga dari Bubur Pawon Suro*
Dalam iring-iringan kirab takir berisikan bubur diberikan kepada warga. Total kurang lelebih dari 200 takir yang dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Tumpeng dan bubur Suro itu dikirab sekitar satu kilometer menuju Punden. Dan diarak oleh para perangkat desa, budayawan, penghayat dan tokoh-tokoh lintas agama. Sebelum tumpeng dan bubur suro dikirab menuju punden, Bulu Bekti itu terlebih dahulu dilakukan doa lintas agama dan pengahayat.
Saat itu Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu, Aries As Sidiq menyampaikan, tradisi tersebut wajib untuk terus dilestarikan. Selain sebagai uri-uri budaya, lewat tradisi semacam ini, diharapkan kedepannya mampu mengangkat wisata budaya di Kota Batu.
“Pemkot Batu sangat mendukung kegiatan semacam ini. Sebab itu tradisi ini harus terus dilestarikan. Dengan harapan, dapat mengangkat wisata berbasis budaya di Kota Batu,”
Penulis : Zangkawi (Pelaku dan Pelestari Budaya Nusantara)
Editor : Guntur Bisowarno (Ketua Bamboo Spirit Nusantara)