DPMPTSP Lamtim Rawan Kecurangan

Avatar
banner 120x600

Lampung Timur – Upaya untuk mendukung pelaksanaan PTSP yang mandiri, pendelegasian kewenangan pun telah dilaksanakan oleh Gubernur, Bupati dan walikota kepada Kepala DPM-PTSP melalui sebuah keputusan sesuai jenjang atau perubahan suatu peraturan sesuai dengan Penggantian dilakukan seiring adanya perubahan nomenklatur, struktur, dan penambahan objek perizinan dan non perizinan.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan non perizinan di kabupaten Lampung Timur, dengan adanya peraturan pemerintah sesuai jenjang ini, kewenangan penandatanganan dokumen perizinan dan non perizinan yang masih berada pada OPD teknis terkait tidak berlaku lagi kecuali soal penarikan restribusi dan pajak daerah masih diakukan sebagian OPD teknis namun hasilnya tetap di setorkan ke Bapnda kabupaten Lampung Timur. Hal tersebut diungkapkan Ketua AWPI Lamtim, Herizal pada awak media, Jum’at (20/01/2023).

Herizal mengatakan, “Hal tersebut di lakukan agar tindak pidana korupsi yang sangat rentan terjadi pada bidang pelayanan perizinan dapat di cegah dan di minimalisir, proses dan prosedur perizinan di nilai banyak pihak,di duga situasi dan kondisi dapat di ciftakan agar rumit, berbelit-belit, yang menyebabkan terjadinya tindakan-suap, pungli dan korupsi yang dilakukan oleh oknum aparatur negara dan pengusaha,” ungkapnya

Mengacu pada fakta pendukung yang menyebutkan bahwa Lampung Timur dapat menempatkan sebagai daerah paling kompleks untuk berbisnis berdasarkan Indeks Kompleksitas Bisnis.
Indikator yang digunakan meliputi
administrasi bisnis, waktu yang diperlukan untuk memulai bisnis, perubahan dalam undang-undang perpajakan, kebijakan seputar upah dan manfaat, hingga tantangan membuka rekening bank.

Namun menurut Herizal, fakta menunjukkan masih banyak kasus dugaan berbagai pelanggaran yang terjadi dalam bidang perizinan. dari berbagai macam dugaan penyimpangan serta pelanggaran dalam pelayanan penerbitan berbagai jenis perizinan, selain dugaan Pungli serta adanya indikasi tindakan korupsi dalam bidang perizinan yang belum ditangani secara nyata dan di ungkapkan dengan baik oleh pihak Aparat Penegak Hukum (APH), bahkan diduga keterlibatan oknum APH yang berperan mendukung adanya unsur penyimpangan dan pelanggaran, dengan dugaan melakukan perlindungan terhadap pengusaha atau investor nakal yang berinvestasi di Lampung Timur, selain dukungan pengamanan dan dukungan kemudahan dalam beroperasi, kemudahan untuk mendapatkan bahan baku dan bahan bakar serta pengembangan usahanya di luar ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang di persyaratkan alias ilegal atau dengan dukungan sistem dan perlindungan hukum di luar ketentuan peraturan yang persyaratkan.

“Untuk menikmati kondisi yang menguntungkan pihak atau kelompok tertentu saja, sehingga berdampak pada laporan keuangan oleh kepala daerah, perilaku dan kebijakan yang dapat merugikan sumber PAD , lingkungan Serta masyarakat terlebih pada tatanan perekonomian daerah,karena adanya Pungli dan pengelolaan keuangan daerah melalui restbusi dan pajak daerah tak terkelola dan tercatat dengan baik dan Syah sebagai pendapatan daerah kabupaten Lampung Timur,” Papar Herizal.

Kasus korupsi terkait perizinan itu dapat dialami serta dilakukan oleh jabatan seseorang yang memiliki wewenang dan fungsi dalam menentukan suatu kebijakan yang bersifat strategis,  karena pejabat dapat berpeluang untuk menerima suap terhadap berbagai kebijakan antara lain, pemberian izin lokasi dan menerima gratifikasi yang dianggap suap dari para pemohon terkait penerbitan SKKL, izin lingkungan,UKL-UPL dan AMDAL.

“Kemudian ada juga dugaan suap pada penerbitan izin menara telekomunikasi/tower, suap perizinan pembangunan proyek komplek perumahan ,suap penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi , suap terkait izin usaha dan HGU perkebunan ,izin lokasi,IUP pertambangan pasir,rekomtek pada jaringan kabel fiber optik,” lanjutnya.

Pemerintah saat ini telah melakukan berbagai upaya untuk mengeliminasi potensi korupsi pada bidang pelayanan perizinan ini mulai dari rangkaian paket kebijakan ekonomi, pengumpulan seluruh perizinan di suatu OPD, hingga ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau lebih dikenal dengan Online Single Submission (OSS).

Lebih lanjut Herizal menuturkan Bahwa Proses penataan pelayanan
perizinan perlu dilakukan kembali agar dapat menjadi faktor pendukung dan bukan penghambat dalam pengembangan usaha. Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang PelayananPerizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik dilakukan dalam rangka untuk mempercepat dan meningkatkan proses penanaman modal dan berusaha, sekaligus diharapkan dapat mengeliminasi
praktik-praktik korupsi yang terjadi dalam pelayanan perizinan.

Dari pemaparan Herizal,bahwa fungsi adanya Sistem OSS adalah Agar dapat mengurangi interaksi langsung atau tatap muka antara pelaku usaha dengan pejabat pemerintah, sehingga diharapkan akan mampu meminimalisir potensi tindakan-tindakan “kongkalikong” dalam pengurusan perizinan.

Proses perizinan berusaha melalui sistem OSS dapat dipantau (tracking) setiap saat oleh pelaku usaha maupun instansi yang berwenang. SistemOSS juga menerapkan standardisasi
proses penerbitan perizinan berusaha dari sisi persyaratan maupun waktu penyelesaian perizinan, sehingga dapat memberikan kepastian bagi pelaku usaha.

Selain itu Herizal juga menyampaikan bahwa di dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik itu juga mewajibkan semua usaha harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Layanan pertama yang ada pada sistem OSS ini adalah proses pengurusan NIB. Setelah memperoleh NIB, para pelaku usaha harus menindaklanjuti dengan mengurus Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang juga tersedia di dalam sistem OSS tersebut.

Kemudian herizal juga menyampaikan bahwa pada saat proses pengawasan pelaksanaan penanaman modal juga dilakukan dengan cara tatap muka. Akibatnya, potensi dan celah praktik tindak pidana korupsi masih berpeluang untuk terjadi pada kedua tahapan ini.

“Maka dari itu, tim investigasi dan observasi bentukan AWPI DPC Lampung Timur ini akan menganalisa dan memetakan bagaimana peluang terjadinya praktik korupsi yang dapat terjadi pasca ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik dan merumuskan strategi yang dapat dilakukan untuk mengeliminasi potensi praktik korupsi tersebut,” pungkas Herizal (*Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *