Lampung Selatan – Seperti lakon Mahabharata, panggung politik di Lampung Selatan bak medan Kurukshetra yang memanas usai pilkada. Sorotan utama tertuju pada Sapriadi, Kepala Desa Bandar Agung sekaligus Ketua Apdesi Kecamatan Sragi. Sosok yang sebelumnya dikenal lantang menyerukan dukungan untuk Paslon 01 ini, tiba-tiba bermanuver dengan mengklaim kemenangan Paslon 02.
Sapriadi, yang selama masa kampanye sering disebut “anak emas” salah satu tokoh Paslon 01, dikabarkan tidak segan menekan warganya. “Kalau 01 kalah, jalan ke Dusun Kuala tidak akan dibangun,” ujar seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya. Bahkan, beberapa perangkat desa mengaku diancam pencoretan bantuan pemerintah jika tak sejalan dengan dukungan ke Paslon 01.
Namun, seperti Sengkuni yang lihai mencari celah, Sapriadi berubah haluan setelah kemenangan Paslon 02 diumumkan. Ia mendatangi bupati terpilih, Radityo Egi Pratama, dengan klaim bahwa kemenangan di desanya adalah hasil jerih payahnya. “Dia berbicara seolah tak pernah memihak, padahal kami tahu apa yang terjadi selama kampanye,” ujar seorang warga Desa Bandar Agung dengan nada kesal.
Tim sukses Paslon 02 pun tak kalah geram. “Kami tahu dia bagian dari tim 01, bahkan rela menekan warganya demi suara. Sekarang dia datang ke kami, mengklaim kemenangan? Penjilat!” ujar salah satu anggota tim Paslon 02.
Dalam dunia Mahabharata, Sengkuni adalah sosok manipulatif yang selalu mencari keuntungan pribadi. Di Lampung Selatan, masyarakat kini menilai Sapriadi tak jauh berbeda. Bagaimana tidak, ketika rakyat membutuhkan pemimpin yang netral, kepala desa ini justru bermain di dua sisi, membuat masyarakat geram dan tak percaya.
Pilkada sudah usai, tetapi drama seperti ini menegaskan bahwa perjuangan belum selesai. Netralitas dan kepercayaan publik harus dijaga, bukan dijadikan alat permainan politik. Apakah Sapriadi akan mempertanggungjawabkan tindakannya, atau drama ini akan menjadi awal babak baru? Warga Lampung Selatan hanya bisa menunggu.
(Red/Aby)