Gunungkidul – Nyadran di Song Erang,Padukuhan Sangeran, Kalurahan Planjan, Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul merupakan keberagaman budaya Indonesia selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan maupun masyarakat lokal. Salah satu desa yang kaya akan tradisi dan legenda adalah padukuhan Sangeran kalurahan Planjan yang terletak di Kabupaten Gunungkidul. Padukuhan yang damai dan tenang ini menjadi pusat perhatian ketika masyarakat setempat mengadakan perayaan tahunan yang dikenal dengan nama Sadranan.
Menurut Sukardiana selaku pamong kalurahan Planjan yang jugs sebagai ketua dewan budaya di kalurahan Planjan saat di temui awak media menerangkan sadranan di Sangeran memiliki latar belakang sejarah yang menarik, berkaitan dengan legenda dari abad ke-15 hingga ke-16. Konon katanya pada zaman dahulu, pelarian Prabu Brawijaya ke V dari Kerajaan Majapahit, mencari perlindungan di wilayah Sangeran. Di sana, ia menemukan seorang perempuan bernama Nawang wulan yang kehilangan alat tenunnya di sebuah gua yang dikenal sebagai Song, Kamis (25/05/2023).
Dalam legenda tersebut, Prabu Brawijaya V yang penuh kasih sayang memerintahkan seorang prajurit bernama Santoko untuk membantu Nawang wulan menemukan alat kerjanya yang hilang. Dengan kehendak Allah, alat tersebut berhasil ditemukan dan diberikan kepada Nawang wulan melalui seorang pembantu. Namun, Santoko, prajurit tersebut, mengubah wujudnya menjadi seekor anjing bernama Belang Yungyang untuk menghilangkan jejaknya.
Hingga kini, masyarakat Sangeran masih mempercayai bahwa Belang Yungyang merupakan cikal bakal dari desa mereka, dan kepercayaan ini tercermin dalam budaya mereka. Bahkan, beberapa warga Sangeran memiliki keunikan fisik dengan memiliki “buntut” atau “ekor”, yang mereka sebut sebagai “tengger” atau tanda keturunan Belang Yungyang.
Sadranan yang dilaksanakan setiap tahun di Sangeran memiliki tujuan untuk memberikan kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian kepada masyarakat. Upacara ini menjadi wujud penghormatan terhadap warisan budaya yang bermakna bagi masyarakat setempat. Selain itu, Sadranan juga diharapkan membawa berkah dan kesehatan bagi seluruh penduduk desa.
Desa Sangeran dengan paduan tradisi dan legenda yang khas ini telah berhasil menjaga dan melestarikan kearifan lokal mereka. Sadranan yang diadakan secara khusus menjadi momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh warga setiap tahunnya. Melalui perayaan ini, mereka mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, saling membantu, dan menghormati sejarah nenek moyang mereka.
Nyadran di Sangeran memberikan pelajaran berharga bagi kita semua bahwa mempertahankan dan melestarikan budaya merupakan tugas bersama. Mari kita lestarikan keanekaragaman budaya Indonesia untuk masa depan yang lebih baik. (Mungkas M)